7 Agustus 1997-7 Agustus 2017.
Seharusnya, ini menjadi ulang tahun pernikahan kami yang kedua puluh. Tapi tidak. Allah berkehendak lain. Sembilan belas tahun saja, jatahku hidup bersama Pak Ridha. Bagi sebagian orang, ini menjadi waktu yang singkat. Tapi bagiku, ini sudah lumayan lama. Ada pasangan yang hanya diberi jatah tiga tahun, satu tahun, bahkan satu bulan. Jadi masalah waktu adalah hal yang relatif, tergantung bagaimana kita memandangnya.
Kita harus yakin dan percaya, bahwa segala sesuatu yang diberikan Allah kepada kita adalah yang terbaik. Tak ada tawar-menawar. Harus yakin seyakin-yakinnya. Mengapa “hanya” 19 tahun, biarlah itu menjadi rahasia Allah. Yang harus kita ingat, pasti ada hikmah besar di sebalik kejadian. Apapun itu.
Walaupun singkat, sangat banyak pelajaran yang diberikan Pak Ridha untukku. Sederhana, rendah hati, welas asih, giat bekerja, pantang menyerah, menghargai waktu, adalah sebagian teladan yang beliau berikan. Bahkan ketika sakit pun, beliau masih menjadi imam di mushola Al-Muhajirin. Masih giat mengajar, membimbing mahasiswa, berdiskusi. Masih bekerja, demi menjunjung tinggi harkat dan martabatnya sebagai seorang suami, sebagai seorang kepala keluarga. Beliau tidak melupakan tanggung jawabnya untuk mencari nafkah bagi keluarga. Dan detik demi detik, bagi Pak Ridha, adalah perjuangan. Perjuangan melawan sakitnya. Tidak mau meminta-minta bahkan berhutang. Prinsip beliau,”Jangan tanyakan apa yang bisa kau dapat, tapi tanyakan apa yang bisa kau beri.”
April 2016 menjadi batas waktu kehidupanku bersama Pak Ridha secara “normal”. Selebihnya, aku menganggap itu hanya injury time alias perpanjangan waktu saja. Allah mempersiapkan mentalku untuk menghadapi kemungkinan terburuk. Allah “menggiring” kami ke tempat yang indah, dengan teman-teman terindah, agar nantinya siap menghadapi kemungkinan terburuk itu. Begitupun, ketika hal itu terjadi, aku masih tidak siap dan menginginkan agar waktu bisa diputar ke belakang.
Dan sekarang, setahun telah berlalu. Berat memang, menjadi single parent, single fighter, dengan cobaan dan godaan di sana-sini. Tapi hidup harus berlanjut. Tak ada yang bisa dikerjakan, selain menghadapinya. Fight it. Hadapi kenyataan. Jangan lari. Karena memang engkau tak mungkin lari. Kemana pun, dia akan terus mengikuti. Jadi, jalani saja. Anggap itu bagian dari episode kehidupan yang memang harus dijalani. Dan biarlah waktu yang menjadi penyembuh dari semuanya. Semua akan berakhir indah pada waktunya.So, tetap semangat, tetap tersenyum, tetap bersyukur. Selalu ada cahaya keperakan di langit yang kelabu. Selalu ada harapan di sela-sela pahitnya kenyataan
Subhanallah …tulisan yg sang bagus dan inspiratif buat kita semua. Kami doakan semoga Almarhum pak Ridha diampuni segala dosa dan kilafnya dan dilapangkan kuburnya serta diterima semua amal ibadahnya.Amien.
Aamiin YRA, makasih banyak bang Batara
Iya tulisannya bagus… seakan tulisannya mewakili sebagai Mala yang berbicara… Bukan demikan Bang .. ?
Syukran mas Wahyu. Yah, mewakili isi hati yang terdalam, mas. Alhamdulillah kalau berkenan