Mendengar kata “Selecta”, sepertinya aku familiar dengan kata ini. Tapi pernah dengar di mana ya? Aku udah jungkir-balik, guling-gulingan (lebay deh), berusaha mengingat-ingat tapi nggak ketemu juga. Dan jawabannya baru ketemu pas adikku Sari datang ke Malang. Pas kita lagi rencana-rencana.
“Habis Zuhur mau ke Selecta Pop,” kata Sari. Ya ampun, udah berbulan-bulan aku pikirin, itu dia jawabannya. Selecta Pop, acara tivi zaman aku SMA dulu. Untung ada dikau Sari, kalau nggak bakalan bingung terus deh aku selamanya.
Selecta ini lumayan deket dari kediaman kami. Berhubung aku pencinta tanaman jadi nggak akan bosen kalau diajak ke sana. Rombongan terdiri dari aku, Mama, Sari, Pak Ridha dan Bang Zen. Pak Ridha dan Bang Zen nunggu di mobil karena Pak Ridha nggak kuat berjalan jauh. Mama masuk tapi nunggu di bangku taman di sayap kanan, karena beliau nggak kuat naik-naik tangga.
Jadilah aku dan Sari yang keliling-keliling di taman ini. Pertama masuk langsung jeprat-jepret. Kayaknya kita sehati deh karena doyan fotografi. Lumayan lama motret-motretnya, semua bunga difotoin dari segala penjuru. Motoin Hidrangea alias Ajisai aja lama banget, dari depan, tampak kanan, tampak kiri. Terus fotoin bunga kana juga, dari dekat, setengah jauh, jauh. Oalah.
Sari juga fotoin aku di bunga berbentuk “Love”, kebetulan ada yang nganggur. Dari tadi banyak yang ngantri soalnya. Terus aku juga difotoin di patung dewi di dekat pintu masuk.
Foto bunga-bungaan lagi. Duh nggak bosen-bosen deh. Kata orang-orang yang pernah ke Eropa sono (aku sih belum, insya Allah suatu saat nanti, aamiin), sepintas taman bunga Selecta ada kemiripan dengan taman bunga Keukenhof di selatan Belanda. Yaitu taman bunga tulip yang jadi maskot negeri Kincir Angin.
Aku perhatikan yang mana ya yang kira-kira mirip bunga tulip. Kalau ajisai sih kayaknya enggak ya. Lah wong warnanya biru muda pucat gitu. Kalau bunga kana sih ada harapan, soalnya warnanya merah kuning ngejreng. Yah dinikmatin ajalah, nggak usah dipikirin. Hidup ini udah berat, nggak usah dibikin tambah berat. Biarkan aja dia mengalir. Lha kok yo jadi ngelantur.
Menurut Bang Zen, di sini ada villanya Presiden Sukarno. Waktu pertama kali dateng, kita nyari-nyari tapi nggak ketemu. Malahan aku nyangkanya Hotel Victoria yang di atas sono. Soalnya arsitekturnya art de co gitu, gaya-gaya Belanda. Ternyata bukan. Pas kali kedua ini langsung ketemu. Nama villanya “Bima Sakti”, sekarang udah jadi Hotel “Selecta”. Tempatnya di bawah, di tempat registrasi tiket masuk. Oalah, ternyata deket banget ta. Bangunannya masih tetap dipertahankan seperti aslinya. Menurut Bu Haji Slamet, Guntur Sukarno Putra dilahirkannya di sini. Aku membayangkan Ibu Fatmawati lagi menggendong Guntur. Wah jadi nostalgia, masa muda memang selalu indah ya.
FYI, taman rekreasi Selecta dibangun oleh warga Belanda bernama Ruyter de Wildt sepanjang 1920-1928. Dari dahulu selalu dijadikan tempat peristirahatan dan wisata pilihan bagi warga Belanda yang berkunjung ke Indonesia. Hingga sekarang Selecta yang berasal dari kata ‘selectie’ yang berarti pilihan, tetap dijadikan tempat wisata pilihan bagi semua lapisan masyarakat. Pada jaman Jepang tahun 1942, Bung Karno pernah menginap di Villa de Brandarice, –sekarang bernama Bima Shakti selama 15 hari. Begitupun Bung Hatta pernah bermalam di Villa Bima Shakti pada 1947 menjelang konferensi KNIP. Pada kurun 1952-1955, Presiden Sukarno dan Wakilnya Muhammad Hatta sering beristirahat di Selecta. Beberapa keputusan penting kenegaraan pun diputuskan di sana. Pada 1949 Selecta dibumihanguskan oleh pejuang Indonesia. Namun pada 19 Januari 1950 Selecta dibangun kembali oleh 47 orang yang terakomodir dalam kepemilikan saham.
Terus aku ngajak Sari ketempat favoritku, di atas bukit tempat ngeliat sayur. Sari manut. “Iya ya bagus banget, Kak,” kata Sari pas ngeliat hamparan sayur itu. Langsung foto-foto. Habis itu kita turun, ngelewatin jembatan gantung, terowongan berbunga dan akhirnya mushola. Aku sholat Asar di situ, Sari katanya udah dijamak tadi. Terus kita ngejemput Mama di tempat tadi. Ternyata Mama sudah tidak ada, Sodara-sodara! Aku langsung kelimpungan, takut ilang! Langsung nelefon Mama. “Ya, di tempat tadi, agak turun dikit, deket kolam renang.” Sari nyari-nyari. “Ya udah Ma, kita ketemu di tempat yang ada lumutnya aja ya,” pungkasku. “Iya deh,” kata Mama.
Terus aku turun ke bawah, ke tempat lumut. Ketemu Sari. “Sar, gue udah bilang ke Mama ketemu di lumut aja,” kataku. “O ya udah,” jawab Sari. Tunggu punya tunggu, tapi nggak datang-datang. Pas kita ngeliat ke atas, ee ada Mama di sana. “Itu dia Mama!” seru Sari. Walah untung aja. Ya udah, cabut dulu yaa.
Penulis produktif …
Berlanjut bikin novel ya…
Pengennya sih gitu. Mohon doanya ya brow Tommy