Siang itu, hatiku berbunga-bunga, karena baru saja menerima kartu pos dari Jepang. Dikirim oleh Makcik Aisyah, adik Mama yang tengah mengikuti program pertukaran budaya di Okinawa, Jepang. Cek Syah -demikian aku memanggil beliau- mempunyai kedekatan batin dengan keluargaku karena pernah tinggal di rumah kami saat beliau kuliah. Jadi walaupun tinggal berjauhan, tapi beliau masih ingat dan selalu membagi kabar tentang pengalamannya di Okinawa.
Kupandangi kartu pos itu dan kubaca isinya dengan sukacita. Jepang, negeri yang amat ingin kukunjungi. Segala sesuatu yang berbau Jepang, meskipun itu hanya selembar kartu pos, selalu membuat buncah di hati. Ada bilur-bilur kerinduan bersemayam di sana. Namun itu hanya berlangsung sekejap. Ada gurat perasaan lain yang singgah dalam relung sanubari, yang tak mampu kujabarkan lewat kata-kata. Kutatap lekat-lekat gambar dalam kartu pos itu.
Gambar apakah gerangan sehingga aku begitu terpana, dan tak sanggup berkata-kata? Sebuah Masjid. Ya, gambar itulah yang terpampang dalam kartu pos itu. Hatiku bergetar. Selama ini, dalam pikiranku yang masih awam, antara Jepang dan Masjid tidaklah berkorelasi. Setahuku, agama mayoritas di Jepang adalah Buddha dan Shinto. So, mendapati keberadaan masjid di negara yang mayoritasnya kafir membuatku tertegun-tegun. Ternyata syiar Islam masih terasa gaungnya, walaupun aku belum bisa meraba, sebesar apa gaungnya di Negeri Matahari Terbit itu.
Di bawah gambar masjid itu tertera tulisan “Kobe Mosque”. Saat itu tahun 1993. Aku belum pernah ke Jepang, pun pengetahuanku tentang Negeri Sakura itu masih teramat minim. Aku belum tahu bahwa Kobe Mosque adalah masjid yang sangat terkenal. Masjid ini bukan hanya kebanggaan warga muslim Kobe, bahkan menjadi kebanggaan warga muslim Jepang dan juga dunia. Subhanalloh.
***
Sang Penggenggam Dunia akhirnya menorehkan garis takdirku, terdampar di Negeri Sakura, negeri yang kukenal melalui serial kartun “Candy-candy” yang banyak menguras air mata, pada tahun 1997.
.
Kami tinggal di Propinsi Kanagawa, tepatnya di kota Kawasaki, kota industri yang berjarak ribuan mil dari Kobe. Jadi kesempatan untuk menyambangi masjid ini nampaknya hanya sepotong mimpi yang samar-samar.
Tapi mimpi yang samar-samar itu menjadi agak nyata ketika aku dan suamiku menyambangi Kyoto pada di akhir musim panas tahun 2001. Dan Masjid Kobe sempat menjadi wacana tujuan kami. Suamiku sangat ingin menunaikan sholat Jumat di Masjid Kobe. Namun karena sempitnya waktu, -hanya dua malam tiga hari- dan juga kondisiku yang kurang fit karena sedang hamil kembar, rencana ini gagal diwujudkan. Kesempatan untuk menyambangi masjid tertua dan terbesar ini pun sirna sudah.
Tahun berikutnya, kami kembali ke Indonesia setelah suamiku -Pak Ridha- mengantongi gelar Doktor. Alhamdulillah wa syukurillah. Tapi enam bulan kemudian suamiku “Nihon e mata modotte kimashita” yang artinya “datang kembali ke Jepang”
Dan saat liburan musim panas, beliau mengikuti acara Temu Ilmiah (TI) yang diadakan oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia Jepang (PPI-Jepang). Dan di manakah acara TI tersebut diadakan? Absolutely right, Saudara-saudara, Kobe! Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh suamiku. Bersama para dosen Unsyiah yang sedang melanjutkan studi di sana, Pak Ridha menyambangi masjid yang menjadi impiannya sejak dulu: Masjid Kobe! Dan mimpi itu pun menjadi nyata. Walaupun bukan aku yang menyambangi masjid ini, namun kedatangan suamiku ke sana cukuplah mewakili diriku. Dan melihat kebahagiaannya, sudah tentu aku ikut berbahagia pula. Bukankah hati kami sudah terpaut jadi satu?
Sejarah Pendirian Masjid
Masjid Kobe merupakan masjid pertama di Jepang, dibangun tahun 1928 di kawasan paling terkenal di Kobe, Nakayamate Dori, Chuo-ku. Masjid ini berdiri kokoh dan anggun di antara bangunan-bangunan berarsitektur Eropa lainnya, dengan dua buah menara kembar dan kubah besarnya.
Siapakah yang mendirikan Masjid Kobe? Sejarah pendirian masjid ini tidak dapat terlepas dari kedatangan para pedagang Muslim yang berasal dari wilayah India dan Timur Tengah ke Kota Kobe seabad lalu.
Jumlah para pedagang Muslim yang tinggal di Kobe pada awal 1900-an masih terbilang sedikit. Mereka biasa melaksanakan berbagai kegiatan keagamaan di rumah-rumah atau aula hotel. Pada 1920-an jumlah komunitas Muslim di Kobe kian meningkat.
Selain jumlah kedatangan para pedagang beserta keluarganya dari India dan Timur Tengah yang terus meningkat, hal ini disebabkan juga oleh kedatangan Muslim Tartar yang berasal dari Rusia dan Asia Tengah. Mereka datang ke kota Kobe untuk menghindari Revolusi Bolshevik pada saat Perang Dunia I. Tekanan dari rezim komunis memaksa Muslim Tartar keluar dari negara asalnya.
Banyaknya jumlah komunitas Muslim Kobe pada saat itu, membuat mereka harus segera memutuskan untuk mendirikan masjid sebagai tempat ibadah. Pada 1928 dibentuklah Komite Muslim Kobe. Para pedagang dari India dan Timur Tengah yang sering bepergian keluar-masuk Jepang terus meminta donasi dari para pedagang lainnya untuk biaya pembangunan Masjid. Enam tahun kemudian akhirnya komite ini mengumpulkan dana sebesar 118.774,73 yen.
Sumbangan terbesar diberikan oleh perusahaan-perusahaan dari India, Konsulat Mesir, Konsulat Afghanistan, serta sumbangan dari Asosiasi Muslim Tartar-Turki. Pada Jumat, 30 November 1934, pembangunan masjid dimulai. Peletakan batu pertama dilakukan oleh Mr Muhammad Bochia selaku penanggung jawab pembangunan masjid.
Pembangunan dan Aktivitas Masjid
Beberapa sumber menyebutkan bahwa perancang Masjid Muslim Kobe adalah seorang arsitek asal Ceko bernama Jan Josef Svagr yang telah merancang banyak bangunan bergaya Barat di Jepang. Svagr merancang masjid ini dengan gaya Turki tradisional.
Struktur bangunan yang tinggi dan kubah utamanya yang besar merupakan gaya khas Turki tradisional, tetapi bentuk jendelanya yang meruncing akan mengingatkan kita pada bentuk jendela yang terdapat di masjid-masjid bergaya India atau Persia. Dua buah menara kembar yang mengapit pintu utama masjid dan kubah utama tunggal akan mengingatkan kita pada Masjid Sunitskaia di Vladikavkaz, Rusia.
Pengerjaan bangunan masjid dipercayakan kepada perusahaan konstruksi asal Jepang Takenaka dan diawasi oleh Mr Vallynoor Mohamed. Biaya yang terpakai untuk pembangunan masjid, sekolah, dan bangunan lainnya mencapai 87.302,25 yen. Sisa dari biaya pembangunan digunakan untuk investasi. Mereka membeli properti berupa beberapa bangunan di Yamato-dori, Ijinkan, dan Kitano-cho.
Setelah permohonan izin penggunaan masjid disetujui oleh Kekaisaran Jepang, pada Jumat, 2 Agustus 1935 Masjid Kobe diresmikan oleh Mr Ferozuddin dan dihadiri oleh umat Muslim dari berbagai negara seperti India, Rusia, Asia Tengah, Cina, Jepang, Indonesia, Turki, Arab Saudi, Afghanistan, dan Mesir.
Setelah memberikan pidato pembukaan, Mr Ferozuddin kemudian membuka pintu masjid dengan menggunakan kunci perak dan naik ke puncak menara untuk mengumandangkan azan. Azan itu merupakan seruan pelaksanaan shalat Jumat yang akan dilaksanakan pertama kalinya di masjid baru itu. Shalat Jumat kemudian dipimpin oleh Mohamed Shamguni, Imam pertama Masjid Kobe.
Selain sebagai tempat pelaksanaan shalat dan pembelajaran Islam, banyak kegiatan keagamaan lainnya dilakukan di masjid ini. Pada bulan Ramadan contohnya, acara berbuka puasa bersama (ifthar jama’i) dan beberapa perayaan selalu dilakukan di basement masjid.
Berbagai jenis makanan dan minuman dari berbagai negeri selalu dihidangkan sebagai menu berbuka puasa. Seluruh bagian masjid selalu penuh oleh jamaah ketika shalat tarawih dilaksanakan. Begitu juga dengan pelaksanaan shalat Ied. Masjid Kobe selalu menjadi pusat kegiatan keagamaan umat Islam yang tinggal Kobe pada saat itu.
Terkena Imbas Perang Dunia II
Kedamaian beribadah yang dinikmati oleh umat Muslim Kobe tidak berlangsung lama. Pada 1939, Perang Dunia II dimulai. Para pedagang India yang tinggal di Kobe, dievakuasi kembali ke negaranya. Begitu juga dengan Muslim Tartar dan yang lainnya. Mereka menyelamatkan diri ke luar dari Jepang. Akibat evakuasi besar-besaran ini, hanya sedikit umat Islam yang bertahan di Kobe. Dengan kondisi yang serba tak menentu, dan sedikitnya umat Islam yang beribadah di masjid, akibatnya, Angkatan Laut Kekaisaran Jepang mengambil alih masjid itu.
Pada 1943 mereka menjadikannya sebagai tempat penyimpanan senjata dan persembunyian tentara. Akibatnya, umat Muslim yang tersisa di Kobe tidak bisa beribadah di masjid tersebut.
Pada 1945 Jepang terlibat Perang Dunia II. Penyerangan tentara Jepang atas pelabuhan Pearl Habour di Amerika telah membuat pemerintah Amerika memutuskan untuk menjatuhkan bom atom pertama kali dalam sebuah peperangan. Dua kotanya, Hiroshima dan Nagasaki dibom dengan bom atom oleh Amerika. Beberapa kota besar lainnya juga tak luput dari gempuran tentara Amerika yang kalap. Setelah mengebom Tokyo dan Yokohama, gempuran itu kian mendekati Kobe.
Akhirnya pada 17 Maret 1945, pesawat pengebom B-29 meluluhlantakkan hampir seluruh bangunan di Kobe dan menewaskan 8.841 jiwa. Setelah itu Kobe kembali dihujani serangan bom sebanyak enam kali sampai tanggal 30 Juli 1945. Akibat serangan-serangan ini sebagian besar kota Kobe menjadi hancur lebur.
Mengapa Kobe Ikut Dibom?
Kota Kobe menjadi lokasi pemboman karena berbagai alasan. Pertama, Kobe menjadi salah satu dari enam kota besar di Jepang. Populasi kota Kobe yang berada di tepi laut saat itu mencapai 1 juta penduduk dan menjadi pusat bisnis dan perdagangan. Dan pelabuhan Kobe merupakan pelabuhan terbesar di Jepang.
Akibat serangan itu, kota Kobe bisa dibilang rata dengan tanah. Sebagaian besar bangunan runtuh berantakan. Namun keajaiban terjadi, Masjid Kobe tetap berdiri tegak. Masjid ini hanya mengalami keretakan pada dinding luar dan semua kaca jendelanya pecah. Bagian luar masjid menjadi agak hitam karena asap serangan bom. Tentara Jepang yang berlindung di basement masjid selamat dari ancaman bom, begitu juga dengan senjata-senjata yang disembunyikannya. Masjid ini kemudian menjadi tempat pengungsian korban perang.
Rehabilitasi Masjid
Setelah perang berakhir, pada 1947, umat Muslim Tartar, India, dan lainnya berangsur kembali ke Kota Kobe. Masjid Muslim Kobe dikembalikan oleh Angkatan Laut Kekaisaran Jepang kepada komunitas Muslim. Renovasi besar-besaran kemudian dilakukan pada masjid yang diselamatkan Allah SWT dari bencana perang ini.
Pemerintah Arab Saudi dan Kuwait menyumbang dana renovasi dalam jumlah yang besar. Kaca-kaca jendela yang pecah diganti dengan kaca-kaca jendela baru yang didatangkan langsung dari Jerman. Sebuah lampu hias baru digantungkan di tengah ruang shalat utama. Sistem pengatur suhu ruangan lalu dipasang di masjid ini.
Sekolah yang hancur akibat perang kembali direnovasi dan beberapa bangunan tambahan pun mulai dibangun. Umat Islam kembali menikmati kegiatan-kegiatan keagamaan mereka di Masjid Kobe.
Krisis keuangan sering menghampiri kas komite masjid. Pajak bangunan yang tinggi membuat komite masjid harus mengeluarkan cukup banyak biaya dari kasnya. Beruntung, banyak donatur yang siap memberikan uluran tangannya untuk menyelesaikan masalah keuangan pembangunan dan renovasi masjid ini. Donasinya bahkan bisa membuat Masjid Kobe menjadi semakin berkembang.
Pada 1992 Masjid Kobe memiliki fasilitas Pusat Islam berupa bangunan kelas, ruang resepsi, perpustakaan, kantor, dan bangunan apartemen.
Diuji Lagi untuk Kedua Kalinya
Ketahanan Masjid Kobe diuji lagi pada 17 Januari 1995. Kali ini dengan gempa berkekuatan 7,2 skala Ritcher yang dinamakan Gempa Hanshin-Awaji. Meski hanya berlangsung 20 detik, tapi gempa tersebut mengakibatkan kerusakan parah. Tak hanya kota Kobe, namun daerah sekitarnya seperti Higashi Hyogo, Hyogo-ken, Nambu ikut terkena imbasnya. Gempa ini menyebabkan kerusakan besar sejauh 20 km dari pusat gempa dan menelan korban jiwa sebanyak 4.600 orang, sekitar 35 ribu orang luka-luka, dan lebih dari 300.000 orang terpaksa harus kehilangan tempat tinggal, serta tak kurang dari 180 ribu unit bangunan rusak berat.
Gempa dahsyat ini juga memusnahkan hampir keseluruhan sistem penghubungan kota Kobe terutama Hanshin Expressway, Kobe Rapid Railway dan pelabuhan Kobe. Pelabuhan Kobe yang dulunya adalah pelabuhan paling sibuk di Jepang telah hancur lebur.
Walaupun kota Kobe saat itu hancur berantakan, akan tetapi Masjid Kobe tetap berdiri kokoh di antara puing-puing bangunan di sekitarnya. Kuil Ikuta yang merupakan kuil paling bersejarah di Kobe rusak berat. Begitu juga dengan sebuah gereja yang terletak berdekatan dengan masjid.
Pemandangan luar biasa ini menjadikan Masjid Kobe sebagai sorotan penting dalam pemberitaan di media massa. Pada saat itu masjid ini menjadi tempat penyelamatan para korban gempa dan sekali lagi menjadi tempat pengungsian.
Untuk kedua kalinya, Allah Azza Wajalla menunjukkan kekuasaan-Nya dan juga rahmat-Nya di bumi Kobe. Sungguh ajaib menyaksikan bangunan masjid yang berusia hampir tujuh dekade ini masih terpancang indah manakala bangunan modern lain yang baru berusia satu dekade runtuh menyembah bumi.
Itulah kekuasaan Allah SWT terhadap rumah-Nya dari berbagai bencana dan kerusakan. Subhanallah.
Masjid Kobe Saat Ini
Masjid Muslim Kobe kini tetap berdiri kokoh. Basement masjid tetap digunakan untuk kegiatan-kegiatan keagamaan. Lantai pertama masjid digunakan untuk ruang shalat pria, sedangkan lantai kedua dipakai untuk jamaah wanita. Lantai ketiga sering dipakai untuk kegiatan keagamaan lainnya dan juga sering dijadikan sebagai ruang shalat tambahan.
Di samping masjid terdapat sebuah bangunan Pusat Islam dan lapangan parkir luas yang juga sering dipakai sebagai tempat shalat tambahan pada waktu shalat Jumat atau shalat Ied. Di sekitar masjid terdapat beberapa toko dan restoran yang menjual makanan halal.
Seperti masjid lainnya, siapa pun dipersilakan untuk datang ke masjid ini, hanya saja pengunjung harus berpakaian sopan, tidak mengeluarkan suara keras ketika berada di dalam masjid, dan menjaga anak-anak supaya tidak berlarian.
Pada hari Sabtu dan Ahad, masjid ini menyelenggarakan kelas pembelajaran Islam bagi anak-anak, wanita, dan pria. Masjid ini juga melayani acara pernikahan, pemakaman, konferensi, dan bimbingan haji.
Sejak 75 tahun yang lalu sampai saat ini, Masjid Kobe tetap menjadi salah satu ikon terpenting yang mencerminkan sejarah dan keberadaan umat Islam di Jepang.
Semoga dakwah Islam di Jepang juga seteguh dan sekokoh Masjid Kobe.