TPU Jati Sari, 15 Agustus 2016
Tanah pekuburan yang basah. Angin bertiup sepoi-sepoi. Suasana sedih yang mencekam. Isak tangis di sana-sini.
Kini tibalah giliran Ustadz Faisal untuk membacakan doa. Bang Foi, panggilan akrab beliau adalah sepupu dari Pak Ridha. Bersama Bang Mahdi Syahbuddin, mereka berdua berada di garda depan dalam pengobatan Pak Ridha. Selama ini aku bisa bisa merasakan cinta Bang Foi yang dalam kepada adik sepupunya. Secara berkala meng-sms diriku, menanyakan kondisi “Dek Muhammad”, panggilan beliau untuk Pak Ridha. Tanggal 9 sampai 12 Agustus 2016, Bang Foi mengunjungi kami di Batu, Malang. Padahal kondisi beliau tengah sakit parah. Sebelumnya sempat dirawat di salah satu rumahsakit di Bireun, Aceh karena asam lambung dan kolesterol yang dideritanya. Dalam kondisi lemah, beliau memaksakan diri untuk berangkat dari Aceh ke Malang. Demi cintanya, demi tanggung jawabnya yang besar kepada adik yang disayanginya, Dek Muhammad. Hatiku tersayat-sayat mengenang itu semua. Semoga ini menjadi amal kebaikan untukmu, Bang Foi. Aamiin ya Rabb.
Dan kini, beliau hadir di pemakaman, untuk memberikan doa dan penghormatan terakhir. Padahal kondisi beliau pun sedang sakit dan kepala sedang pusing. Wajah beliau menyiratkan kesedihan yang mendalam. Dengan suara bergetar, beliau memulai doanya. Pertama, beliau memohon kepada Allah agar berkenan mengampuni dosa-dosa Pak Ridha. Kedua, beliau memohon agar di alam kubur sana, Pak Ridha mampu menjawab soal-soal yang ditanyakan oleh malaikat.
Tiba-tiba hatiku bergidik ngeri. Ya Allah, semoga Pak Ridha bisa menjawab pertanyaan dari malaikat. Berikanlah kemudahan ya Allah. Tapi aku berusaha menghibur diri. Amal kebaikan Pak Ridha sudah banyak. Beliau rajin membaca Al-Quran, rajin sholat tahajud, selalu berdzikir dengan tasbih di tangan. Beliau selalu menolong orang-orang yang susah, selalu ingat dengan anak yatim dan janda-janda. Tak pernah mengejar kekayaan, tahta maupun wanita. Beliau mengabdikan ilmu dan kemampuan yang dimiliknya untuk orang banyak. Beliau tidak hanya memikirkan diri pribadi, keluarga maupun golongan, tapi beliau memikirkan dunia. Tidak berlebihan kiranya jika aku mengatakan bahwa beliau setingkat di bawah Rasulullah yang selalu memikirkan ummatnya, ummati ummati ummati. Subhanallah.
Jadi aku berusaha mengusir kekuatiranku. Untuk seseorang yang semulia Pak Ridha, akhlaknya yang agung, kehalusan budi pekertinya, Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala Pak Ridha. Allah akan memberikan pahala yang berlipat-lipat ganda. Tak ada yang perlu dikuatirkan. Tak ada maksiat yang pernah dilakukannya, bahkan terpikir pun tidak.
Jadi aku tenang. Tapi aku malahan bermuhasabah untuk diriku sendiri. Ketika nyawa sudah dicabut, terputuslah semua hubungan dengan dunia ini.
Rasulullah SAW bersabda, “Bila seseorang telah meninggal, terputus untuknya pahala segala amal, kecuali 3 hal yang tetap kekal: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang senantiasa mendoakannya.” (Hadits Riwayat Imam Bukhari dan Muslim)
Di dunialah kesempatan kita untuk beramal sebanyak-banyaknya. Setelah kita meninggal, mau balik ke dunia lagi untuk beramal udah nggak mungkin kan. Jadi harapannya tinggal 3 hal yang itu tadi. Hanya amallah yang menjadi teman sejati kita. Harta, keluarga, semua akan kita tinggalkan.
Dan buah dari amal-amal kita akan kita petik, di alam kubur maupun di akhirat nanti. Tapi dari pengalamanku selama di Batu, Malang, ternyata buah dari amal-amal itu sebenarnya sudah bisa kita petik juga di dunia. Aku mengamati dari banyaknya bantuan dan simpati yang kami terima. Aku merasa itu semua adalah buah dari amal-amal Pak Ridha yang selama ini telah beliau semaikan. Kebaikan-kebaikan yang beliau tabur, akhlak beliau yang santun, yang semuanya akan kembali lagi ke beliau, seperti termaktub dalam Surat Ar-Rahman ayat 60:
“Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).”
Yang mana semuanya mengajarkan kepadaku, untuk senantiasa menabur kebaikan. Sebanyak-banyaknya. Karena kita tidak tahu kapan ajal akan menjemput. Jangan yakin bahwa kita akan hidup sampai kakek nenek. Jangan sampai amal kita baru sedikit, tahu-tahu kita sudah dipanggil menghadap-Nya. Jadi kita harus mempergunakan waktu yang ada sebaik-baiknya. Karena hidup cuma sebentar, sangat-sangat sebentar.
Bang Foi masih melanjutkan doanya. Dengan suara syahdu dan isak tangis tertahan. Aku pun tak dapat menahan tangisku. Air mata meleleh tanpa henti.
Ya Rabbi, terimalah semua amal ibadah Pak Ridha. Terimalah semua pengabdiannya, amal baktinya, untuk masyarakat, dan juga untuk dunia.
Selamat jalan Pak Ridha, perjuanganmu telah selesai. Amal-amalmu menjadi teman setia, dulu, kini dan nanti.
Seperti termaktub dalam surat Al Kahfi ayat 30 dan 31.
“Sesungguhnya, bagi mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah tidak akan Kami sia-siakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalannya dengan baik.
Mereka itulah yang memperoleh Surga ‘Adn, yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dalam surga itu mereka diberi hiasan gelang emas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutra halus dan sutra tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Itulah sebaik-baik pahala, dan tempat istirahat yang indah.”