Seperti telah kujelaskan sebelumnya, ini adalah kali kedua aku ke Malang. Kali pertama adalah ketika study tour bersama rombongan dari Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Saat itu kami menyambangi beberapa universitas antara lain Universitas Udayana Bali dan Universitas Jember. Dari Jambi rombongan langsung ke Bali, baru pulangnya menyusuri Jember, Malang dan Jakarta. Di Malang sempat ke Selecta di Batu. Karena hanya singgah sebentar jadi aku gak mengetahui seluk beluk kota ini.
Pada Juni 2016 ini, kembali aku menginjakkan kaki di Malang. Tepat pada hari pertama Ramadan, bulan yang penuh berkah dan ampunan. Dari Jakarta aku, Pak Ridha, Bang Mahdi dan Ustadz Faisal, Faisal dan Farah bertolak ke Malang menggunakan pesawat Sriwijaya Air. Hanya memakan waktu 1 jam 20 menit sampailah kami di bandara Abdur Rahman Saleh. Sampai di sana sudah ada Mas Agus, supir mobil carteran yang sudah dipesan oleh Ustadz Azhar, kawan Ustadz Faisal.
Lalu kami bertolak ke Karang Ploso, ke tempat Gus Yunus, terapis yang mengobati suamiku.
Sampai di Karang Ploso, kami disambut dengan hangat oleh Gus Yunus, dan diberi kamar di rumah beliau. Aku sempet-sempetnya mandi di sana. Soalnya aku tergiur oleh airnya yang dingin dan sueger banget. Tapi pagi gak sempet mandi soalnya. Dan jejakku ternyata diikuti oleh anak-anakku, pada ikutan mandi. Terus aku sempet-sempetnya nanya laundry sama Gus Yunus.
“Oya gakpapa nanti dibawakan sama anak-anak,” kata beliau. Maksudnya anak-anak binaan beliau. Soalnya aku bawa baju kotor dari Jakarta. Mau dicuci pada H-1 takut gak kering. Jadi ya dibawa aja sekalian.
Setelah menimbang dan memutuskan, akhirnya kami nggak jadi nginap di rumah Gus Yunus, tapi bermalam di Hotel EL Karang Ploso. Ya ampun mana kardus udah kubongkar lagi. Terpaksa ditata lagi satu persatu. Untung baru satu kardus yang dibongkar.
Alhamdulillah Gus Yunus punya mobil pick up, jadi pas kami pindah, barang-barang dibawa pake pick up, sisanya baru pake mobil Mas Agus. Pas aku ngasih buntelan baju yang mau di-laundry ke Gus Yunus, sempet disaksikan oleh Bang Mahdi, dan beliau sepertinya menatap dengan wajah heran. Mungkin pikiran beliau begini,
”Si Mala baru sehari baju kotornya kok udah banyak banget ya? Dari mana aja tuh?” Hehe, dasar Mala, su udzdzon aja. Bang Mahdi ikutan di mobil pick up, sedangkan kami di mobilnya Mas Agus.
Pas baru aja naik ke mobil, eh azan maghrib berkumandang. Aku dan Pak Ridha gak puasa, tapi yang lain puasa semua. Langsung sibuk ngebongkar plastik isi makanan. Tadi di pesawat Sriwijaya kan dikasih kue dan minuman, jadi lumayan buat takjil. Kubagikan ke Ustadz Faisal, Faisal dan Farah. Mas Agus kutawarin tapi nolak, tadi udah beli minuman, katanya. Sebenarnya sih aku bawa kue bolu pisang juga, tapi ribet ngebukanya, mana paling bawah lagi. Ya udah gakpapa. Sampe Hotel EL baru deh ngebuka bolu pisang dan kubagiin ke Bang Mahdi. Setelah itu baru ke restoran hotel untuk makan malam.
Kami menginap dua hari dua malam di Hotel EL. Hari kedua, 7 Juni 2016 aku sms mamanya Tanti, ngabarin kalau aku udah sampe di Malang. Eh selang beberapa jam kemudian, beliau datang. Wah, terharu. Quick respon banget. Kita ngobrol-ngobrol di lobi. Beliau memberi wejangan, menguatkan dan mendoakan suamiku supaya cepat sembuh.
“Yang sabar ya Mala,” kata beliau sambil memelukku. Aku menangis.
“Duh, Mala udah kayak anak sendiri, soalnya Mala kan temennya anakku,” imbuh beliau.
Terbayang masa-masa SMP sewaktu Tanti dan keluarga masih tinggal di Tanjung Duren, tepatnya di Warung Ijo. Ah, inginnya kembali ke masa itu, hiks…
Gus Yunus datang ke hotel untuk menerapi suamiku. Selesai terapi, beliau ngobrol dengan Ustadz Faisal dan Bang Mahdi. Di tengah-tengah obrolan aku ikut bergabung. Bukan maksudnya sok akrab, tapi memang ada hal yang ingin kusampaikan pada Gus Yunus.
Gus Yunus mengatakan bahwa sel kanker suamiku sudah menjalar ke otak besar. Dan itu berhubungan dengan daya ingat. Beliau akan berusaha mematikan akarnya.
“Yang penting akar dulu, yang lain bisa nyusul,” imbuh beliau.
Aku hampir pingsan mendengar penuturan Gus Yunus. Pantesan suamiku sering lupa-lupa ingat. Omongannya juga sering ngaco.
Tapi kemarin, sewaktu menerapi suamiku di rumahnya, beliau mengatakan,
”Oh, ini belum sampe ke otak,” yang membuatku bisa bernafas lega.
Tapi aku berusaha berpikir positif. Terkadang, terapis tidak bisa mengatakan hal yang sejujurnya supaya pasien dan keluarganya tidak down. Adalah kurang bijaksana mengatakan,
“Oh, ini penyakit Bapak udah parah, usia Bapak tinggal tiga bulan lagi,”
Bisa-bisa pasien langsung pingsan nggak bangun-bangun lagi, hehe.
Lebih baik mengatakan,
“Oooh, gakpapa, ini penyakitnya ringan, kok. Bentar lagi juga sembuh.” Walaupun penyakitnya udah kronis. Yang penting bagaimana caranya menumbuhkan harapan pada diri pasien dan keluarganya.
So, aku berusaha memaklumi kenapa Gus Yunus mengatakan hal yang berbeda di depanku. Beliau tahu kalau aku orangnya panikan dan gampang shock.
Sorenya aku diajak untuk melihat rumah sewa di Batu. Senang melihat hamparan kebun sayur di lereng-lereng gunung. Kami berkenalan dengan Pak Haji Slamet dari Banaran, Bumiaji. Juga dengan Bang Zen, kepercayaannya Pak Haji yang asli Ternate. Beliau yang akan menemani kami nantinya. Buka puasa di Rest Area Karang Ploso. Sayangnya kolesterolku lagi naik karena kebanyakan makan udang waktu di Aceh dan Jakarta. Jadi cuma bisa makan soto sama lalap aja. Padahal yang lain enak-enak. Nasib.