Pertama kali menginjakkan kaki di stasiun Shinjuku, aku begitu terkesima. Mengapa? Karena stasiun ini adalah stasiun terbesar yang pernah kulihat. Bayangkan saja, stasiun ini punya tujuh lantai! Apa enggak pusing? Pintu keluarnya juga banyak, ada dua ratus lebih! So, sempat masuk ke Guiness World Record. Belum lagi orang-orangnya yang berseliweran dan jalannya super cepat. Jangan coba-coba melamun di sini kalau enggak ingin ditabrak sama orang-orang Jepang yang super sibuk ini.
Stasiun Shinjuku berfungsi sebagai stasiun penghubung utama lalu lintas kereta api antara kawasan bisnis Tokyo dengan daerah-daerah di sebelah baratnya. Stasiun ini digunakan kira-kira oleh 3,64 juta orang per hari pada tahun 2007, membuatnya sebagai stasiun tersibuk di dunia berdasarkan banyaknya penumpang.
Ini baru di dalam stasiun. Begitu keluar, lebih terkesima lagi melihat gedung-gedung pencakar langitnya. Tinggi-tinggi sekali. Padahal aku ini anak Jakarta, lahir dan besar di kota metropolitan. Tapi kenapa di Shinjuku aku jadi seperti anak dusun masuk kota ya? Hehe.
Di sini ada Tokyo Metropolitan Government Office, gedung kembar yang enggak mirip dengan Petronas Malaysia. Gedung ini tingginya 243 meter, tiap menara terdiri dari 45 lantai. Gedung yang biasa disebut Tokyo Tocho ini terbuka untuk umum lho. Jadi boleh kalau mau foto-fotoan di sini. Masih ada gedung tinggi lainnya, yaitu Shinjuku Park Tower. Gedung ini punya tiga tower, masing-masing tingginya 235 meter, 209 meter dan 182 meter. Yah, intinya sejauh mata memandang, yang tampak adalah gedung-gedung yang menjulang tinggi.
Kota Shinjuku dikenal sebagai kota para pekerja administrasi pemerintahan. Selain itu juga menjadi pusat kegiatan pelajar. Perguruan tinggi yang ada di sini antara lain Bunka Woman’s University, Universitas Waseda, dan sekolah bahasa Jepang Gakuyukai.
Bagi yang gemar berbelanja, jangan kuatir, ada juga tempatnya kok. Shinjuku kan juga merupakan kota bisnis. Silakan datang ke Big Camera, Yodobashi dan Sakuraya. Ketiga mal ini termasuk icon Jepang. Selain mal, terdapat juga restoran, kafe, butik dan lain-lain. Jadi lumayan ramai. Apalagi ditambah lampu-lampu dan tulisan-tulisan kanji yang besar-besar itu. Suasana jadi tambah meriah deh.
Nah, bagi yang enggak suka belanja, atau kepingin santai-santai, juga ada tempatnya, yaitu Taman Shinjuku. Orang Jepang menyebutnya Shinjuku Gyoen. Tempatnya luas sekali, sekitar 58,3 hektar, jadi cocok buat piknik. Keluarga muslim Indonesia sering mengadakan acara kumpul-kumpul di sini. Anak-anak bebas berlarian, mau main bola atau jungkir-balik sekalian juga boleh. Biasanya diadakan aneka lomba, baik untuk anak-anak maupun orangtuanya. Jadi selain mempererat silaturahmi, bagus juga untuk hiburan keluarga.
Selain luas, taman ini asri, bersih dan terawat. Bayangkan saja, di taman seluas ini, enggak ada sampah yang berserakan. Padahal banyak sekali orang yang piknik di sini. Ya, biasanya mereka membawa sendiri plastik besar untuk membuang sampah, dan selesai acara, semua sampah dikumpulkan di plastik besar itu. Mudah kan. Dan enggak perlu ada cleaning service di sini.
Ketika musim sakura tiba, taman ini dipenuhi oleh orang-orang yang ingin ber-hanami. Hanami maksudnya melihat-lihat bunga sakura. Biasanya sambil piknik dan foto-fotoan. Sakura di sini memang indah dan sangat beragam jenisnya, ada yang bunganya putih, pink dan merah. Bahkan sakura gantung juga ada. Sakura gantung maksudnya pohon sakura yang dahannya menjuntai ke bawah. Di papan berisi peta di dekat pintu masuk, terdapat informasi mengenai jenis sakura yang ada di taman ini beserta lokasinya. Jadi pengunjung bisa memilih lokasi untuk melihat sakura yang diinginkan.
Selain sakura, ditanam juga beragam spesies langka dunia, yang umurnya sudah lebih dari seratus tahun. Pantas saja pohonnya besar-besar, umurnya saja sudah ratusan tahun. Jumlah pohon di sini ada sekitar 20.000 pohon. Banyak sekali ya. Makanya udara di sini terasa segar, ditambah lagi kicauan burung dan bunyi-bunyian serangga yang menggema, aman dan damai sekali rasanya.
Sambil mengagumi taman yang indah ini, hatiku dibalut rasa penasaran, siapa sih yang memprakarsai dibuatnya taman ini? Hayato Fukuba, dari beliaulah ide brilian ini tercetus di saat Dinasti Meiji berkuasa pada tahun 1898. Beliau dibantu oleh Henry Martine, seorang ahli Botani dari Prancis. Pengembangan taman makin ditingkatkan dengan pembangunan fisik besar-besaran ketika Raja Naito berkuasa.
Shinjuku benar-benar komplit. Walaupun stasiunnya hiruk-pikuk, kawasan malnya juga ramai, tapi kita bisa mendapatkan kenyamanan di Taman Shinjuku. Semacam oase di padang pasir. Taman ini ibaratnya menjadi paru-paru bagi kota Tokyo. Tiket masuknya pun murah lho, cuma 200 Yen saja. Murmer alias murah meriah kan.
Oya, fasilitas apa saja yang tersedia di sini? Banyak, di taman ini ada greenhouse, museum, restoran dan teahouse. Tak lupa toilet yang ada di setiap sudut taman. Di dalam greenhouse, terdapat upaya penelitian dan pengembangan spesies langka. Hingga tahun 1950, ada 2.400 spesies tropical yang sudah dikembangkan. Dan di teahouse, kita dapat menikmati kue Jepang dan teh hijau khas Jepang dengan membayar 700 Yen. Tapi sayangnya aku enggak sempat merasakan kelezatan kue dan teh hijau Jepang ini. Biar murah meriah, mendingan bawa makanan sendiri dari rumah.
Terakhir kali ke taman ini, aku pergi bersama keluarga Indonesia, Pak Munadi beserta istrinya Fitri, dan anaknya, Nabil. Juga keluarga Pak Nizar, istrinya Nonong, dan anaknya, Ahwaz. Tak ketinggalan suamiku dan anak-anak kami, Faisal, Fadhil dan Fadhli. Farah waktu itu belum lahir. Kami membawa nasi dan lauk-pauk dari rumah. Dan sesampainya di taman, kami tukar-menukar lauk. Aku sempat geer karena salah satu menu yang kubawa, tumis ayam jamur, digemari oleh ibu-ibu, terutama Nonong. Aku juga senang bisa merasakan masakan Fitri dan Nonong, terutama masakan Aceh. Yah maklumlah aku enggak terlalu ahli dalam bidang kuliner Aceh. Jadi aku paling suka kalau ada acara kumpul-kumpul begini. Bisa jadi pengobat rindu kampung halaman. Suasana makin hidup karena anak-anakku membawa bola. Sementara para bapak dan para ibu ngerumpi, anak-anak main bola. Jadi enggak mengganggu keasyikan para orangtua. Adil kan.
Pertanyaan selanjutnya, bagaimana cara menuju ke taman ini? Banyak jalan menuju Roma eh Taman Shinjuku. Bisa melalui jalur Yamanote turun di stasiun Shinjuku, keluar lewat pintu selatan, dan menyusuri jalan lewat Takayama department store. Bisa juga melalui jalur Marunouchi turun di stasiun Shinjuku Gyoenmae. Atau jalur Chuo Shobu turun di stasiun Sendagaya.
Makan sudah, main sudah, ngerumpi sudah, sholat sudah, hmm, pulang aja yuk. Ketika menyusuri jalan pulang, sambil mengobrol tiba-tiba kami melihat taman khas Jepang yang sangat indah. Biasanya aku melihat taman seperti ini di kalender-kalender.
“Ooh, rupanya foto-foto di kalender itu ngambilnya di sini ya!” cetus Nonong. Rupanya selama ini Nonong sibuk mencari keberadaan taman-taman yang sering dilihatnya di kalender. Aku dan Fitri hanya manggut-manggut saja. Selain taman khas Jepang ada juga taman khas Perancis, taman khas Eropa, taman palem dan beragam kawasan taman kecil yang berisikan beragam jenis tanaman di wilayah tropikal dan sub tropikal. Jadi bagi para pencinta botani, taman ini merupakan surganya. Aku jadi bermimpi kapan ya Indonesia punya taman sebagus ini.