Kali ini aku ingin berpetualang ke Blang Bintang. Ciee petualang. Sebenarnya sih pergi kerja. Tapi kalau dianggap kerja kayaknya kok beban banget. Jadi anggap aja petualang, kali-kali aja dapet inspirasi (aamiin).
Kali ini menggunakan angkutan umum Trans Koetaradja atau TR. Bisa bertolak dari Masjid Jamik Darussalam sekitar jam 11 siang. Udara segar AC dan musik mengalun indah. Lagu kontemporer, Bro, maksudnya lagu-lagu yang lagi ngetren saat ini. Penumpang didominasi mahasiswa, tapi nggak terlalu rame sih.
Karena nggak banyak hambatan, mobil melaju kencang. Hm, siang-siang gini enaknya ya nggak macet. Kurang lebih setengah jam bis sudah sampai di halte Masjid Raya Baitur Rahman.
Waktu zuhur masih setengah jam lagi. Sementara di kawasan ini banyak jajanan yang enak-enak. Ada mie kocok (empat tempat), bakso, es cendol, dan lain-lain. Sebenarnya aku belum terlalu lapar, tapi tarikan dari jajanan tersebut begitu kuat, akhirnya pasrah. Jadinya brunch dong (breaksfast-lunch) hehe. Aku memasuki salah satu dari kedai mie kocok tersebut dan menyantapnya, berasa ada di syurga Cyn (lebay). Selesai makan, lagi minum teh botol, ada bis lewat. Ow no, jangan-jangan bis Blang Bintang. Yo wess-lah, gak mungkin juga mau disetop. Emangnya angkot.
Setelah kenyang, balik lagi ke halte. Kira-kira sepuluh menit menunggu, datanglah sebuah bis. Aku segera bangkit, berharap itu bis trayek Blang Bintang-Kota. Tapi harapanku sirna, ternyata Darussalam-Kota. Yaaah.
Sementara itu azan zuhur berkumandang. Pikiranku galau. Pengennya ikut sholat berjamaah di Masjid Raya, masjid kebanggaan rakyat Aceh. Tapi takutnya pas lagi sholat, bis Blang Bintang lewat. Sepertinya syaithon emang lagi berkeliaran di sini, dan mereka menang. Kuberpikir, sholatnya nanti aja di kampus Poliven.
Lima belas menit kemudian, datang lagi bis. Harap-harap cemas lagi, berharap itu bis Blang Bintang. Ternyata Darussalam. Harapanku kandas. Ngemeng-ngemeng, kenapa Darussalam melulu sih? Eh Mala, kamu kan warga Darussalam, kenapa sebel? Lha, masalahnya sekarang tujuannya lagi ke Blang Bintang, bukan Darussalam.
Sepuluh menit kemudian, datang lagi bis. Siap-siap terhempas. Bener aja. Trayek Ulee Lheue-Kota. Lalu beberapa kali Darussalam, diselingi Ulee Lheue. Ya ampyun, bis Blang Bintang, ke manakah dikau? Lama bingits.
Sementara itu, jam menunjukkan pukul dua siang. Ya ampyun, tau gitu tadi sholat zuhur dulu deh. Setelah kurang lebih satu jam menunggu, akhirnya bis yang dinanti pun tiba. Yatta! Blang Bintang-Kota. Penumpang lumayan rame, maklum udah numpuk dari tadi. Pas masuk, udara segar AC dan musik mengalun merdu. Kebosanan menunggu sirna sudah. Di perempatan Jambo Tape, bis berbelok ke kanan. Menyusuri pertokoan dan restoran di daerah Batoh, serasa berada di Jakarta dan kota-kota besar dunia. Ciee.
Sampai di pertigaan Lampeuneurut, bis berbelok ke kiri, ke arah Lambaro. Beberapa anak SMA naik. Ooh, ini jam pulang sekolah tho? Karena bis penuh, mereka terpaksa berdiri. Gelayutan. Dua halte setelah itu, beberapa penumpang turun. So, tersisa beberapa kursi kosong. Anak-anak SMA itu duduk. Tapi ada dua orang gadis yang masih berdiri. Aku menunjuk kursi yang kosong. “Dek, duduk di situ aja!” Tapi salah seorang dari gadis itu menggeleng. Ya Tuhan, dia lebih rela gelayutan daripada duduk nyaman di kursi. Kadang-kadang remaja emang aneh!
Sampai di kampus Poliven jam setengah tiga. Cepat-cepat ke mushola kampus untuk menunaikan sholat zuhur. Ampuni hamba ya Robb. Bukan maksud hamba melalaikan waktu sholat. Tapi situasi dan kondisilah yang menyebabkan demikian. Semoga aku diampuni. Sebenernya sih, waktu Asar di kota Banda Aceh jam 4 kurang. Tapi tetep gak enak aja di hati.
Selesai sholat, aku ke bagian akademik. Di sana sudah menunggu seorang mahasiswa untuk konsultasi masalah laporan bakti profesi. Sedang asyik-asyik konsultasi, dari pintu kaca aku melihat bis TR lewat di kejauhan. Halah! Aku mempercepat konsultasi dan segera bergegas pulang.
Menunggu lagi. Menunggu memang pekerjaan yang membosankan. Kuisi waktu dengan berzikir dan membaca hafalan surat pendek. Setelah setengah jam menunggu, akhirnya bis Blang Bintang-Kota lewat. Syukurlah. Kali ini penumpang sepi. Ya iyalah, jam tidur siang Brow. Aku mencoba memejamkan mata, tapi tak bisa tertidur. Aku memang jarang bisa tidur di angkutan umum. Takutnya bablas. Ya sutra, tidur ayam ajalah.
Terdengarlah suara merdu Agnes Mo dalam tembang “Matahariku”. Aku membuka mata. Pengen ikutan nyanyi tapi malu. Terpaksa ngikutin dalam hati aja. Tiba-tiba sang kenek ikutan nyanyi,”Engkaulah matahariku, suara tangisan…” Eh, dia hafal lirik Brow, hebat. Tapi aku gak latah ikut-ikutan nyanyi. Jaga imej dong. Masak emak-emak rempong nyanyi. Kan gak lucu.
Singkat kata, sampailah bis di halte Masjid Raya Baitur Rahman. Turun dan ganti bis jurusan Darussalam-Kota. Di halte penuh sesak. Ada serombongan anak SMP, tujuan mereka ke Ulee Lheue. Sekitar lima belas menit menunggu, datanglah bis Darussalam-Kota. Yatta! Gak lama-lama nunggunya. Salah seorang gadis SMP itu menggerutu,”Huuh, kenapa Darussalam selalu…” Qiqiqi.
Bis penuh sesak, sebagian besar anak sekolah. Tapi untungnya aku dapat tempat duduk. Sampai di halte Jambo Tape, serombongan anak MTsN Model menyerbu masuk. Oalah, rame bingits. Tiba-tiba ada seorang gadis menyapaku,”Bu Mala…” Eh, ternyata Bilqis, anaknya Bu Minarni istri Prof Nasir.
“Eeh, Bilqis, pulang sekolah ya.”
“Iya Bu, ibu dari mana?”
“Dari kampus Poliven.”
“Ooh.”
Di depanku, ada dua gadis remaja SMP, lagi gelayutan. Mereka bercakap-cakap pake Bahasa Inggris. Ceritanya practice English nih? Ya udah aku pura-pura tidur aja, hehe. Seraya berharap cepat nyampe ke rumah.