Pagi yang merekah indah di Bumi Serambi Mekah. Bus TR beranjak dari halte Masjid Jamik Darussalam. Udara dingin AC berhembus menyegarkan. Lantunan syair religi dari Nisa Sabyan mengalun syahdu. Suatu harmoni yang menentramkan jiwa. Seorang mahasiswa di depanku ikut bernyanyi mengikuti lagu Nisa Sabyan itu. Bus berbelok di suatu pertigaan. Agak susah, mengingat badan bus yang panjang dan kelokan yang sempit. Tampak dua buah sepeda motor parkir di kiri badan jalan. Sudah jalan sempit, ada kendaraan lagi. Memperparah keadaan. Supir tampak bersusah payah memutar setir, mencari jalan yang agak lapang. Sukses memasuki belokan, hambatan tidak berhenti sampai di situ. Dari arah yang berlawanan melaju sebuah mobil dengan kecepatan sedang. Supir terpaksa melambatkan laju kendaraan, berhati-hati agar tidak menabrak mobil tersebut. Syukurlah selamat.
Tikungan yang kedua. Agak patah. Supir terpaksa mengambil agak ke kanan. Agar badan bus bisa muat masuk ke badan jalan. Melaju sebentar. Ternyata cobaan masih mengintai. Tampak gundukan pasir sisa merenovasi bangunan, melebar sampai ke badan jalan. Terpaksa supir mengambil kanan jalan, menghindari gundukan pasir tersebut. Berhasil. Tak lama terdengar suara “bret-bret”. Aku terkejut dan sontak menoleh ke kiri. Ternyata ranting-ranting pepohonan yang menabrak jendela bus. Oh Tuhan, mengapa cobaan tak henti-henti menerpa bus ini, keluhku pilu.
Sejenak bus melaju stabil. Tak berani kencang, mengingat banyak kendaraan dari arah berlawanan. Tiba di suatu tempat. Di sebelah kiri tampak sebuah truk tangki minyak parkir, agak ke tengah, memakan sebagian badan jalan. Sepatutnya dia bisa parkir agak ke pinggir sehingga tidak memakan badan jalan. Bus terpaksa berhenti. Menunggu kendaraan sepi dari arah berlawanan.
“Rugo tuha!” tiba-tiba sang sopir mengumpat dalam Bahasa Aceh. Lalu mengomel panjang, curcol pada sang kenek. Aku terdiam. Berusaha mencerna kata “rugo tuha”. Terjemahan bebasnya adalah “rugi tua”. Artinya, kalau aku tidak salah (mengingat Bahasa Acehku yang pas-pasan) adalah di usia yang sudah tua ini, sepatutnya kita jangan melakukan hal-hal yang merugikan, berbuat maksiat dan lain sebagainya. Jika kita masih muda, seandainya melakukan kesalahan mungkin masih ada kesempatan untuk bertobat. Walaupun tak ada jaminan juga kita akan berumur panjang. Pernah aku dengar orang mengatakan, “Nanti aja sholat, kalau udah tua”. Ee, berani jamin dirimu akan hidup sampai tua?
Tetapi jika kita sudah tua, dan masih berulang-ulang melakukan kesalahan yang sama, kapan lagi kita akan bertobat? Kasarnya kita udah bau tanah, mau nunggu apa lagi? Nunggu dicabut nyawa dulu baru tobat? Nggak bisa gitu Cyn.
Yah bukan berarti aku udah sempurna juga sih. Aku juga masih banyak kekurangan. Dan masih harus banyak menata diri. Bekal amal yang akan kubawa juga masih sedikit. Dan aku terus berdoa, semoga aku dijauhkan dan dihindarkan dari maksiat. Semoga Allah terus menjagaku, mendampingiku, sampai akhir hayat. Mumpung kita masih diberi waktu.