Fukui. Terus terang, nama itu terdengar asing di telingaku. Selama ini belum pernah membaca ataupun melihat daerah ini. Tapi kesempatan itu datang tanpa diduga-duga. Suamiku, Pak Ridha, berencana menghadiri konferensi di Fukui Daigaku atau Universitas Fukui. Dan beliau mengajakku turut serta. Padahal saat itu aku sedang hamil empat bulan, dan hamilnya kembar pula. Hatiku dilanda kebimbangan. Di satu sisi ingin sekali ikut, dan di sisi lain aku menguatirkan janinku. Tapi beberapa bulan lagi kami akan pulang ke Indonesia setelah suami menyelesaikan program doktornya. Dan ini adalah kesempatan melancong untuk yang terakhir kalinya sebelum pulang. Maka kukuatkan niat dan tekad. Perjalanan kali ini lebih kuniatkan untuk bersilaturahmi mengunjungi sahabat-sahabat kami, para dosen Universitas Syiah Kuala (USK) yang sedang berjuang menempuh studi di Jepang, termasuk di Fukui.
Prefektur Fukui adalah prefektur Jepang yang terletak di Wilayah Chubu, Pulau Honshu. Ibukotanya adalah kota Fukui. Berdasarkan data dari Wikipedia, sebelum prefektur ini terbentuk tahun 1871, Fukui pada awalnya terdiri atas Provinsi Wakasa dan Provinsi Echizen. Selama Periode Edo, daimyo wilayah ini memiliki nama keluarga Matsudaira, dan merupakan keturunan dari Tokugawa Ieyasu.Prefektur ini menghadap ke Laut Jepang, dan memiliki bagian barat (dahulunya Wakasa) yang merupakan dataran sempit di antara pegunungan dan laut, dan bagian timur yang lebih besar (dahulunya Echizen) dengan dataran yang lebih lebar, termasuk ibukota dan tempat tinggal sebagian besar penduduk.
Ada kenyataan yang patut disyukuri, ternyata suamiku punya kenalan di daerah ini. Di Fukui Daigaku, ada warga Aceh yaitu Prof. Syahrun Majid, dosen MIPA USK yang waktu itu sedang menempuh program doktoral. Rencananya kami akan menginap di rumah beliau.
Bang Syahrun dan istrinya yang cantik, Fanny, menjemput kami di stasiun. Mereka menerima kami dengan hangat dan tangan terbuka. Berbagai hidangan yang lezat telah tersaji di meja makan. Membuatku begitu terharu.
Hari pertama, suamiku menghadiri konferensi dari pagi sampai sore. Jadi aku santai-santai saja di rumah. Namun Fanny mengajakku ke luar. Sebetulnya aku malas ke luar, lebih senang beristirahat. Tapi karena Fanny begitu bersemangat aku tak sampai hati untuk menolak permintaannya. Lagian karena dia merasa aku adalah tamunya dan ingin mengajak tamu berjalan-jalan. Wajar kan. Masak udah jauh-jauh ke Fukui cuma di rumah doang? Yah rugi ongkos atuh Neng. Fanny mengajakku dan Faisal ke Toko 100 Yen. Namanya aja 100 Yen, semua barang-barang di sini harganya 100 Yen. Murah kan. Makanya toko ini jadi favorit bagi orang Indonesia, utamanya mahasiswa. Selain murah, barang-barangnya unik dan cantik. Tapi jangan liat kualitasnya ya. Sesuai harga, kualitasnya juga gak bagus-bagus amat. Tapi bolehlah untuk para pendatang yang gak selama-lamanya tinggal di Jepang. Macam kami-kami inilah.
Moon walking
Hari kedua, barulah acara melancong dimulai. Sejak pagi, Fanny sudah menyiapkan bekal makan siang. Ada nasi kari bertabur wortel dan kacang polong, ada semur ayam dan lain-lain. Wah seperti mau piknik nih jadinya. Tujuan pertama adalah Angel Land. Lucu ya namanya. Artinya kan Pulau Bidadari. Tapi ternyata ini adalah sebuah Museum Pengetahuan. Museum ini diprakarsai oleh Satoshi Furukawa, seorang astronot Jepang dengan bantuan dari pemerintah Fukui. Memasuki museum ini kita seolah-olah sedang belajar Sains di bangku sekolah. Macam-macam teori ada di sini, dan didukung dengan alat peraga. Misalnya tentang teori kesetimbangan benda, bisa kita buktikan dengan mencoba alat semacam timbangan. Wah kalau belajar macam gini dijamin senang dan gak bosan ya. Terus tentang gaya gravitasi. Kalau di bumi kan besarnya 10 Newton. Nah gimana dengan di bulan? Penasaran kan. Karena rasa penasaran ini aku mencoba suatu alat. Alat ini semacam simulasi, jadi seolah-olah kita lagi jalan-jalan di bulan. Terus kita melompat. Di bumi, kalo kita melompat, pastinya langsung turun lagi kan. Karena gaya gravitasi bumi itu yang menarik kita (yang besarnya 10 Newton). Nah kalau di bulan, pas kita lompat gak langsung turun lagi, tapi perlahan-lahan. Aku kira pas lompat gak bakalan turun, tapi ternyata salah. Ya tetap turun, tapi dengan slow motion gitu. Berarti kalo di bulan gaya gravitasinya gak sampai 10 Newton, mungkin sekitar 7 Newton.
Masih banyak alat peraga lain. Kita bisa masuk ke suatu ruangan, ceritanya itu pesawat antariksa. Tapi sayangnya orang hamil atau yang berpenyakit jantung gak boleh naik. Ya wajar dong, nanti kan banyak guncangan-guncangan. Ceritanya menghindar biar jangan nabarak benda-benda angkasa. Jadi cuma Pak Ridha dan Faisal aja yang boleh masuk. Bang Syahrun ikut, tapi Fanny gak, solider sama aku. Syukur deh ada temen, tadinya aku udah sedih aja tuh.
Dan ternyata museum ini gak melulu sains, ada budaya juga loh. Kulihat ada beberapa replika rumah adat dari berbagai belahan dunia. Ada kemah Indian dengan perabotannya. Ketika kami masuk ke dalam, eh ada baju-baju Indian, ada baju-baju untuk dewasa, pria dan wanita, ada juga baju untuk anak-anak. Kalau mau kita bisa nyobain pake baju-baju itu. Sayangnya waktu itu aku lagi gak kepingin, padahal seru juga kan foto-foto pake baju Indian. Yah, gak rejeki. Terus ada rumah adat China, ada Igloo, bahkan ada rumah adat Toraja loh. Sempet takjub dan tak percaya, kok bisa ada rumah Toraja nun jauh di Jepang sini. Selanjutnya hanya rasa bangga yang memenuhi relung-relung jiwa. Ceileh. Berarti rumah Toraja ini sudah diakui keunikan dan keindahannya oleh dunia. Alhamdulillah.
Selain rumah adat, di sini juga ada museum dinosaurus. Faisal seneng banget di sini. Dia melihat performance demi performance secara detil. Sementara aku justru kurang semangat. Wah beda selera ama emaknya nih, hehe.
Di museum ini juga ada semacam Planetarium. Masuknya harus bayar tiket dan pada jam-jam tertentu. Kita bisa melihat benda-benda ruang angkasa seperti planet-planet, bulan, matahari dan sebagainya. Waktu SMP, aku pernah masuk ke Planetarium di Jakarta. Dan aku pengen ngeliat lagi untuk yang kedua kalinya. Mengingat waktu udah menjelang siang, kami mengurungkan niat untuk melihat Planetarium ini. Di luar kami menggelar tikar dan menyantap hidangan yang dipersiapkan oleh Fanny tadi. Selanjutnya ambil wudlu dan sholat zuhur dijamak dengan asar. Alhamdulillah, puas juga mengitari Angel Land ini. Makasih Bang Syahrun, makasih Fanny, jazakumulloohu khayran atas segalanya.